Rabu, 06 Juni 2012

Askep Waham



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  Pengertian
Delusi atau waham merupakan kelainan jiwa yang ditunjukkan dengan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang salah. ( Mary C. Tonsen,149)
Delusi atau waham adalah keyakinan yang salah, yang secara kokoh diperthankan walaupun tidak diyakini oleh orang dan bertentangan dengan realitas social. ( Gail Stuart,98)
Delusi adalah keyakinan seseorang yang salah berdasarkan kesimpulan yang keliru tentang kenyataan luar dan dengan kokoh dipertahankan daripada mempertengkarkan secara bukti atau kenyataan yang nyata terhadap kebalikannya. ( Kamus Dorland, 296)
Jadi, delusi atau waham adalah suatu kelainan jiwa dimana adanya ide-ide yang salah dan secara kokoh dipertahankan daripada mempertengkarkan secra bukti walaupun bertentangan denga realita social.
2.2  Teori Etiologis ( Doenges, 289 & Townsend,146)
ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab dari delusi atau waham, yaitu :
a         Biologis
Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang muncul dikaitkan dengan delusi tau waham. Diman individu dari anggota keluarga yang dimanifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya dibandingkan dengan populasi umum. Studi pada manusia kembar juga mnunjukkan bahwa ada keterlibatan faktor genetik.
b        Teori Psikososial
·         System Keluarga
Dikemukakan oleh Bowen (1978) dimana perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Banyaknya masalah dalam keluarga akan memperngaruhi perkembangan anak dimana anak tidak akan mempu memenuhi tugas perkembangandimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orng tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pad individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman awal ini.
·         Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Sullivan (1953) dimana orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas tinggi. Hal ini jika dipertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen.
·         Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian ibu, dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk membangun rasa percayanya.
Sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan ansietas berat. Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling umum yang digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan. 
2.3  Tipe-tipe Delusi atau Waham
( Marylin. E Doengos, dkk,289 & Townsend, 145)
Tipe-tipe gengguen ini terdiri dari :
1)      Tipe Aniaya
Merupakan waham atau delusi yang meyakini bahwa seseorang atau orang terdekat diperlakukan secara dengki dengan cara tertentu.
2)      Tipe Cemburu
Merupakan suatu keyakinan dimana pasangan seksual seseorang tidak dapat dipercaya atau tidak setia atau berbuat serong.
3)      Tipe Eromatik
Merupakan sutu keyakinan bahwa orng lain berstatus lebih tinggi sedang jatuh cinta dengan dirinya.
4)      Tipe Somatik
Merupakan suatu keyakinan bahwa seseorang mempunyai beberapa defek fisik atau kondisi medis umum seperti memiliki beberapa kecacatan, kelainan atau penyakit lainnya.
5)      Tipe Kebesaran
Merupakan suatu keyakinan dimana dirinya mempunyai harga diri yang melambung, berkuasa, berpengetahuan tinggi, beridentitas khusus atau memiliki hubungan khusus dengan seseorang bersifat keTuhanan atau yang terkenal.
6)      Tipe Campuran
Merupakan karakteristik yang lebih dari satu yang diatas, tetapi tidak ada yang menonjol.
2.4  ASKEP PADA PASIEN DENGAN WAHAM ATAU DELUSI.
( Doenges, dkk)
A.    PENGKAJIAN
Dasar pengkajian klien yaitu :
a.       Aktivitas atau istirahat
Gangguan tidur karena halusinasi atau delusi, bengun lebih awal, insomnia dan hiperaktivitas ( mis : berjalan terus)
b.      Higyne
Akan ditemukan personal higyne yang kurang, nampak kusut & tidak terpelihara.
c.       Neurosensori
Riwayat perubahan fungsi neurosensori selama paling kurang 6 bulan, termasuk fase aktif dari gejla psikotik paling kurang selama 2 minggu. Laporan keluarga tentang gejala psikologis ( terutama pada pikiran & persepsi) dan semakin buruk dari gejala fungsi sebelumnya.
Yang perlu dikaji pada status neurosensori yaitu :
v  Status mental
Pikiran : hilangnya kemapuan untuk menghubungkan sesuatu
Persepsi : halusinasi, ilusi
Afek : tumpul, datar, tidak sesuai, tidak tepat
Kemauan : tidak dapat memulai sesuatu sendiri atau berpartisipasi dalam kegiatan yang berorientasi tujuan
Kapasitas untuk berhubungan dengan lingkungan : kemunduran mental atau emosi dan isolasi ( autisme) dan atau aktivitas psikomotor dengan rentan perbedaan yang khas sampai aktivitas tidak bertujuan, stereotype
Wicara : .seringkali inkoheren, ekolalia mungkin dapat terlihat bahkan alogia ( tidak mapu untuk berbicara)
Perilaku : wajah meringis, terlalu sopan, mengeluhkan kesehatannya, menarik diri secara drastic dan perilaku aneh.
Negatifisme : menolak semua petunjuk atau usaha untuk melakukan sesuatu tanpa motif yang jelas.
Rigiditas : postur tubuh dipertahankan kaku meskipun dilakukan usaha untuk menggerakkan klien
Sikap tubuh : sikap tubuh yang ganjil atau tidak pada tempatnya
Kegembiraan : aktivitas motorik tanpa tujuan yang tidak disebabkan oleh stimulus eksternal
Emosi : cemas, marah, argumentatif, kekerasan yang tidak berfokus.
d.      Pemeriksaan Diagnostik
Biasanya dilakukan untuk penyakit fisik, dapat menyebabkan gejal reversible seperti pada kondisi defisiensi atau toksik, penyakit neurologis, gangguan metabolik atau endokrin.
1.      CT- Scan
Menunjukkan stuktur abnormalitas otak ( misalnya : atrrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikrl otak meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat)



2.      Pemindai PET ( Positron Emission Tomografi)
Mengukur aktivitas metabolic dari area spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas metabolic yang rendah dari lobus frontal terutama pada area prefrontal dari korteks serebral.
3.      MRI
Memberikan gambaran otak 3 dimensi, dapat memperlihatkan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal, atrofi lobus temporal.
4.      RCBF ( Regional Cerebral Blood Flow)
Memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada daerah otak yang bervariasi.
5.      BEAM ( Brain Electrical Aktivity Mapping)
Menunjukkan respon gelombang otak terhadap rangsangan yang bervariasi disertai dengan adanya respon yang terhambat dan menurun kadang-kadang di lobus temporal dan system limbik
6.      ASI ( Addiction Severity Index )
Menetukan masalah-masalah ketergantungan ( ketergnatungan zat) yang mungkin dikaitkan dengan penyakit mental dan mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan.
7.      Uji Psikologi ( misalnya : MMPI)
Menyertakan kerusakan pada suatu area atau lebih
B.     DIAGNOSA
Diagnosa 1 : Resiko membahayakan diri/ orang lain b.d ancaman bahaya yang dirasakan, penigkatan perasaan ansietas.
Yang ditandai dengan : berperilaku dengan cara yang tidak rasional, menjadi terancam atau diserang dalam menghadapi anacaman yang dirasakan.
Intervensi :

Mandiri

Perhatikan riwayat perilaku yang berbahaya sebelumnyabila dalam keadaan stress
R/ indikator peningkatan resiko kambuhnya perilaku berbahaya atau   menyerang.
Bimbing klien untuk mengidentifikasi situasi yang memicu ansietas berat dan perilaku agresif
R/ memahami hubungan antara ansietas berat dan perasaan agresif dapat membantu klien mengidentifikasi pilihan untuk menghindari perilaku kekerasan.
Gali implikasi dan konsekuensi penanganan situasi agresif
R/ menekanakan penetingnya berpikir berdasarkan situasi yang ada sebelum bertindak.
Dorong terlibat dalam aktivitas sendiri bukan aktivitas kelompok
R/ ansietas, ketakutan, dan kecurigaan dapat meningkat bila klien terlibat dalam aktivitas kelompok/kompetisi
Bersikap hati-hati dalam memberikan tempat bersandar atau memberikan pelukan, dll
R/ sikap tubuh yang melibjatkan sentuhan dapat disalahartikan sebagai penyerangan daari orang yang dicurigai.
Bimbing klien mendefinisi alternatif perilaku agresif. T6erlibat dalam aktivitas fisik, misalnya bola pim-pong, bola kaki. ( pantau aktivitas kompetitif; gunakan dengan kewaspadaan).
R/ memampukan klien untuk belajar mengahadapi situasi dengancara yang dapat diterima secara sosial. Jalan keluar yang tepat dapat memungkinkan pelepasan rasa bermusuhan. Catatan : kompetisi dapat memicu perilaku kekerasan.
Anjurkan pengungkapan perasaan dan cara mengekspresikannya.
R/ ventilasi perasaan dapat mengurangi perlunya tindakan fisik.
Pantau tingkat kemarahan ( mis. Bertanya, menolak, pelepasan secara verbal, intimidasi, melebih-lebihkan)
R/ membantu menentukan keseriusan kebutuhan terapeutik dan mempengaruhi pilihan intervensi
Wasapadai tanda penundaan perilaku berbahaya ( mis. Peningkatan aktivitas psikomotor, antensitas afek, pengungkapan pikiran delusi, terutama ekspresi mengancam)
R/ intervensi terapeutik lebih efaktif sebelum perilaku berubah menjadi kekerasan
Terima sikap bermusuhan secara verbal tanpa perlawanan atau pertahanan. Perawat ( pemberi perawatan)  perlu menyadari resaponsnya sendiri terhadap perilaku klien ( mis. Marah/takut)
R/ perilaku tidak delalu diarahkan pada perawat secara individu, dan berespons secara defensif dapat memperburuk situasi. Konsentrasi pada maksud dibelakang kata-kata akan lebih produktif. Kesadaran tentang responsnyasendiri memungkinkan perawat untuk melawan/menghadapi perasaan tersebut.
Lakukan tindakan de-escalation sesuai petunjuk mis :
Ambil jarak antara  diri perawat dan klien, sedikitnya 4 kali panjang lengan, posisikan perawat pada satu sisi; tetap tenang, berdiri atau tetap duduk, ambil posisi postur “terbuka” dengan kedua tangan dapat terlihat;
Bicara dengan lembut, panggil klien dengan namanya, gali perasaan klien, ekspresikan penyesalan terhadap situasi, menunjukan empati ;
R/ dapat mencegah peningkatan perilaku berbahaya dan potensi luka pada klien/ pemberi perawatan atau orang yang berdiri didekat klien. Menurunkan kemungkinan bahwa klien akan merasa dilawan atau dihambat.
Mengkomunikasikan perasaan hormat, keyakinan bahwa individu dapat dipercayai untuk mengendalikan diri, dan bahwa pemberi perawatan ada untuk membantu klien keluar dari situasi. Catatan : walauppun anda memproyeksikan tindakan kepercayaan, penting untuk memperkirakan hal yang tidak diinginkan dan diharapkan.
Hindari menunjuk, menyentuh, memerintah, memaki, menantang, mengganggu, berargumen, menganggap sepele, atau mengintimidasi klien;
Minta izin utnuk mengajukan pertanyaan; coba untuk melihat jelas kejadian yang memicu dan setiap emosi yanag mendasari, seperti takut, ansietas, atau malu; beri jalan keluar/ alternatif lain.
R/ tindakan ini dapat dianggap mengancam dan dapat memicu klien untuk melakukan kekerasan
Melibatkan klien dalam pemecahan masalah dan memberikan klien beberapa pengendalian atas situasi
Berikan lingkungan yang aman dan tenang; beritahu klien bahwa ia “aman”
R/ mempertahankan rangsangan lingkungan pada tingkat minimum akan membantu menenangkan klien dan membantu pencegahan agitasi
Isolasi segera dengan cara yang tidak terlihat menghukum, dengan menggunakan bantuan yang adekuat jika terjadi perilaku kekerasan. Pegang klien bila perlu. Beri tahu klien untuk MENGHENTIKAN perilaku,
R/ pemindahan klien ke lingkungan yang tenang dapat membantu menenangkan klien.  Bantuan yang cukup akan mencegah melukai klien/ petugas. Biasanya individu menjadi kritis diri dan takut terhadap permusuhan serta tidak membutuhkan kritik eksternal. Perkataan   “BERHENTI”  kemungkinan cukup untuk memungkinkan klien mendapatkan kembali pengendalian diri.

Kolaborasi

Beri pengobatan sesuai indikasi ( rujuk ke DK : ansietas, berat)
R/ obat antipsikotik/antiansietas dapat menurunkan ansietas dan pikiran delusi, menurunkan pikiran curiga/ perilaku agresif, dan menuntun   klien dalam mempertahankan pengendalian.
Diagnosa 2 : Ansietas ( berat) b.d ketidakmapuan untuk percaya ( belum menguasai tugas percaya vs tidak percaya)
Yang ditandai dengan : system delusi yang kaku ( menunjukan bebas dari stress yang mebenarkan adanya delusi), merasa takut terhadap orang lain dan permusuhannya sendiri
Intervensi :
Mandiri
Kembangkan hubungan perawat/ klien utama
R/ kontinuitas hubungan perawatan utama memberi waktu yang diperlukan untuk membentuk pertahanan dengan orang yang dicurigai.
Bimbing klien untuk mengidentifikasi sumber ansietas dan kekhawatiran
R/ meningkatkan kewaspadaan masalah/ factor yang memperberat. Klien perlu lebih waspada bagaimana perilaku mempengaaruhi orang lain dan mengambil tanggung jawab untuk hal tersebut
Gali pola koping yang timbul terhadap ansietas dan seberapa efektif koping tersebut ( mis. Mengancam melukai dan/atau berteriak kepada orang lain, meyakini bahwa orang-orang di luar sana akan melukai saya/ keluarga saya)
R/ meningkatkan kewaspadaan bahwa tindakan agresif dapat diungkapkan secara destruktif
Diskusikan alternatif perilaku tidak efektif yang terbaru
R/ klien menggunakan koping yang tidak sesuai; dengan mengidentifikasi strategi yang konstruktif dan efektif untuk mengatasi situasi yang menakutkna dapat merangsang perubahan.
Anjurkan implementasi strategi yang baru, beri umpan balik terhadap keefektian
R/ menguatkan perilaku yang dapat diterima
Hindari konfrontasi delusi
R/ logika tidak berfungsi, dan dengan memaksa klien menghilangkan delusi akan meningkatkan ansietas.
Observasi efek samping pengobatan; catat perubahan pada perilaku/ respons terhadap lingkungan, tingkat kesadaran, pengendalian pikiran/ respons intelektual; keluhan mulut kering, pandangan kabur. Pantau tanda vital, asupan/haluaran, berat badan.
R/ reaksi yang merugikan dapat tejadi seperti gejala ekstrapiramidal, dikenisia tardif, hipotensi ortostatik, penurunan sensai haus, konstipasi, retensi urine, penambahan berat badan; eksaserbasi paradoksikal gejala psikotik dapat tejadi dan sedikitnya meningkatkan ansietas dan kecurigaan.

Kolaborasi

Kembangkan program terapi perilaku dengan masukkan  dan persetujuan klien, keluarga/orang terdekat, dan tim terapeutik
R/ hipersensitivitas terhadap tindakan orang lain telah dipelajari dan tidak dapat dipelajari. Dengan memutuskan siklus ini membantu mengurangi sensivitas terhadap kritik dan memperbaiki keterampilan sosial klien.
Beri pengobatan sesuai indikasi, mis. Flufenazin ( prolixin), haloperidol ( haldol)
R/ menurunkan ansietas dan pikiran delusi yang dapat meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah. Catatan : menurunkan sensasi haus dan sensivitas terhadap matahari/ fotofobia adalah efek samping dari obat antipsikotik yang membutuhkan peningkatan asupan cairan dan pencegahan pajanan matahari yang lama.
Diagnosa 3 : ketidakberdayaan b. d gaya hidup tidak berdaya : perasaan tidak adekuat, gengguan harga diri yang parah, interaksi interpersonal.
Yang ditandai dengan : ekspresi verbal tentang tidak mempunyai pengendalian/ pengaruh terhadap situasi, penggunaan delusi paranoid, perilaku agresif untuk mengompensasi kurangnya pengendalian, ekspresi pengenalan kerusakan paranola dapat disebabkan diri sendiri dan orang lain.
Intervensi :
Mandiri
Anjurkan klien untuk melakukan apa saj yanag bias dilakukan bagi dirinya, beri pilihan jika mungkin.
R/ memungkinkan/ memampukan pengendalian situasi sehingga kecurigaan dapat dikurangi
Bimbing klien untuk mengidentifikasi munculnya perasaan kehilangan kendali dan kejadian/ situasi yang mengarah pada perasaan tidak berdaya dan tindakan agresif
R/ menigkatkan pemahaman tentang sumber kejadian yang menyebabkan stres dan agresi tersebut adalah usaha mengompensasi perasaan tidak berdaya
Tinjau ulang kontak social/ hubungan terdahulu. Jika klien tidak lagi terlibat dalam hubungan ini, biarkan klien menggambarkan apa yan terjadi.
R/ pengetahuan dapat dicapai dari bagaimana klien membangun hubungan dan mengapa hubungan ini memburuk atau tetap utuh, yang memberi kesadaran untuk mengubah perilaku diri dan meningkatkan hubungan yang akan datang.
Diskusikan periode predelusi dan bagaimana kejadian tersebut dapat mengawali keadaan panik
R/  membantu klien melihat dengan jelas seberapa banyak delusi yang nyata dan seberapa besar hubungan dengan ansietas
Gali cara untuk mencapai pengendalian tanpa mengganggu penyerangan.
 ( rujuk ke DK: membahayakan, resiko)
R/ memberi pengetahuan tentang mekanisme koping konstruktif.
Beri umpan balik positif bila klien mendemonstrasikan penggunaan alternati yang konstruktif
R/  meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku yang dapat diterima,
Diagnosa 4 : gangguan proses pikir b.d konflik psikologis, peningkatan ansietas dan ketakuatan ( karakteristik orang yang dicurigai)
Yang ditandai dengan : gangguan kemampuan untuk berpikir secara jelas dan logis, kesulitan dalam proses dan karakter pikiran, fragmentasi dan pemikiran autistik, delusi. Keyakianan dan perilaku curiga atau berbahaya.
Intervensi :
Mandiri
Menyatakan realita masalah. Berkomunikasi secara jelas, tekankan peraturan secara jelas tentang apa yang dapat atau tidak dapat klien lakukan.
R/ klien yang mengalami kecurigaan berat atau delusi perlu mendapatka informasi langsung yang membedakan dari lingkungan yang tampak berbahaya. Pengetahuan tentang aturan yang dapat memberi individu ini perasaan pengendalian diri
Beri cara mengekspresikan pikiran dalam lingkungan 1 : 1 atau dalam kelompok.
R/ pada hubungan yang dapat dipercaya, perasaan dapat secara bebas diekspresikan tanpa takut dihakimi.

Biarkan klien menyimpan catatan tentang perasaan ansietas dan pikiran yang menyertai. Tinjau kembali catatan ini bersama klien
R/ latihan menulis dengan tuntunan dapat digunakan, dengan hati-hati untuk membantu klien mengidentifikasi kejadian yang mencetuskan dan memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kenyataan dan pengubahan perilaku. Catatan  : menulis naratif tidak dianjurkan karena dapat menguatkan sistem delusi.
Bantu klien mengidentifikasi/ mendiskusikan perasaan, persepsi, dan kesimpulan pribadi tentang kenyataan
R/ meningkatkan pemahaman tentang apa yang klien lihat sebagai masalah dan memeberi pemahaman tentang bagaimana informasi diproses
Perhatikan perilaku impulsif dan minta klien untuk menghentikannya. Apabila klien tidak mau berhenti, evaluasi perilaku dasarnya dan apakah perilaku tersebut berpotensi melukai. ( rujuk ke DK : resiko membahayakan)
R/ perilaku ini sering akibat dari pikiran psikotik gangguan persepsi dan bukan tindakan yang diharapkan.
Anjurkan klien untuk mengidentifikasi apakah ketakutan atau kecurigaan muncul dan kejadian yang mengarah pada perasaan ini.
R/ dengan mengetahui stresor yang mencetuskan kemunduran dalam kemampuan koping membantu menghindari kekambuhan perilaku ini.
Gali bagaimana persepsi tervalidasi sebelum menggambarkan kesimpulan. Diskusikan keberhasilan dan kegagalan upaya ini
R/ validasi persepsi dapat mencegah penggambaran kesimpulan yang salah dan perilaku berpura-pura
Bimbing klien dalam mengidentifikasikan metode untuk menangani kesalahpahaman tanpa distorsi realitas atau menggunakan sistem delusi
R/ menurunkan ketakutan atau ansietas dan sandiwara klien tentang koping dapat mencegah dekompensasi. ( rujuk ke DK :  ansietas [ berat ])
Anjurkan mengembangkan program latihan fisik. Instruksikan penggunaan teknik relaksasi yang tepat ( mis. Latihan pernapasan, aktivitas relaksasi progresif)
R/ dapat menghilangkan ketegangan, yang menigkatkan rasa sejahtera. Catatan : penggunaan imajinasi terbimbing dapat memperburuk pikiran delusi
Secara bertahap libatkan klien dalam mempelajari aktivitas, terapi okupasi/ rekreasi/ aktivitas. ( rujuk ke DK : gengguan harga diri)
R/ karena proses pikir mengalami perbaikan, kesempatan penguasaan tugas dapat meningkatkan harga diri dan memungkinkan klien merasa lebih baik karena pencapaian tersebut.
Diagnosa 5 : gangguan harga diri b.d ego kurang berkembang, fiksasi pada tahap awal perkembangan, ketidakmampuan untuk percaya, kurangnya umpan balik positif.
Yang ditandai dengan : sistim delusi (usaha untuk melukai atau menyerang orang lain untuk melindungi diri sendiri) perilaku merusak diri, ktidakmampuan untuk menerima penguatan positif, tidak bertanggung jawab atas perawatan diri ; tidak berpartisipasi dalam terapi.
Intervensi :
Mandiri
Beri komunikasi secara verbal/ nonverbal yang jelas dan konsisten. Bicara jujur ; lakukan sesuai komitmen
R/ membantu membangun rasa percaya dan memastikan bahwa individu bermakna dan berharga
Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan tidak adekuat, tidak berharga, takut ditolak/ butuh diterima oleh orang lain
R/ harus mempunyai kesadaran terhadap perasaan pribadi untuk memperbaiki harga diri
Gali bagaimana perasaan negatif ini dapat menimbulkan ansietas berat dan kecurigaan
R/ meningkatkan kewaspadaan terhadap faktor – faktor internal yang dapat menyebabkan perasaan tidak adekuat dan bagaimana perasaan ini menimbulkan dekompensasi

Anjurkan klien untuk mengidentifikasi aspek positif dirinya yang berkaitan dengan ketrampilan sosial, kemampuan bekerja, pendidikan, bakat, dan penampilan
R/ menguatkan perasaannya sendiri sebagai seorang individu berharga yang mampu menyesuaikan diri secara adaptif
Beri balik positif dan bagaimana umpan balik tersebut dapat digunakan untuk menyesuaikan diri
R/ memberi semangat dan meningkatkan perasaan mengarah diri
Libatkan dalam aktifitas, yang meningkatkan sosialisasi dan interaksi dengan orang lain sesuai toleransi
R/ kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain dapat mengurangi isolasi, meningkatkan perasaan harga diri, dan meningkatkan keterampilan sosial
Diagnosa 6 : hambatan interaksi sosial b.d gangguan proses pikir, perasaan tidak percaya terhadap orang lain/ pikiran delusi. Defisit pengetahuan/ keterampilan tentang cara meningkatkan mutualitas
Yang ditandai dengan : ketidaknyamanan dalam situasi sosial, kesulitan dalam membangun hubungan dengan orang lain. Ekspresi perasaan ditolak, tidak ada perasaan memiliki ; isolasi diri/ menarik diri. Mengahadapi masalah dengan  kemarahan/ permusuhan dan perilaku kekerasan
Intervensi :
Mandiri
Bangun hubungan 1 : 1,gunakan teknik mendengar aktif, dan beri lingkungan yang aman untuk keterbukaan diri
R/ kontak yang jujur, jelas, konsisten dapat membantu klien memulai dan menguasai tugas yang berhubungan dengan belajar mempercayai orang lain
Tentukan derajat hambatan, dengarkan pendapat klien tentang kesendirian. Perhatikan adanya perasaan diri berharga. (rujuk ke DK : gangguan harga diri)
R/ perasaan tidak percaya dapat menimbulkan kesulitan dalam membangun hubungan, dan klien dapat meanarik diri dari kontak tertutup dengan orang lain
Anjurkan klien mengungkapkan perasaan tidak nyaman terhadap situasi sosial dan persepsi tentang alasan permasalahan
R/ pengakuan membantu klien menyadari perasaan dan mulai mengatasinya
Observasi dan gambarkan perilaku sosial/ interpersonal dalam kondisi yang objektif
R/ memberi pemahaman bagaimana orang lain melihat mereka dan dapat dianggap sebagai awal untuk berubah
Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi klien : keluarga, teman, teman sejawat, dll
R/ dapat sebagai bagian penting dalam rehabilitasi klien dengan memperbaiki sosialisasi dan mengurangi perasaan terisolasi
Kaji hubungan keluarga, pola komunikasi, pengetahuan tentang kondisi klien
R/ masalah dalam keluarga dapat membuat anggota keluarga memberi dukungan yang adekuat/ hubungan yang berkelanjutan dan dapat mengganggu kemajuan klien ( rujuk ke DK : koping keluarga, ketidakefektifan : penurunan / proses keluarga, perubahan )
Gali dan contohkan cara mengubah interaksi/ perilaku sosial. Beri umpan balik terhadap usaha klien
R/ memberi lingkungan yang aman untuk mencoba perilaku baru. Pemberian dorongan dapat meningkatkan pengulangan perilaku tersebut dan pengambilan resiko
Diagnosa 7 : ketidakefektifan koping keluarga : gangguan proses keluarga b.d disorganisasi keluarga sementara/ perubahan peran. Informasi yang tidak adekuat atau tidak benar, atau dipahami hanya oleh individu utama. Kemajuan kondisi yang lama, melelahkan kapasitas dukungan orang terdekat
Yang ditandai dengan : sistem keluarga tidak memenuhi kebutuhan spiritual/ emosi/ fisik anggotanya. Ketidakmampuan mengekspresikan/ menrima rentang luas perasaan dalam diri dan anggota keluarga lain. Kegagalan atau ketidaktepatan mengkomunikasikan peraturan, ritual, simbol keluarga. Ketidaktepan memelihara batasan. Individu terdekat menjelaskan preokupasi dengan reaksi pribadi, menarik diri atau masuk ke komunikasi pribadi sementara atau terbatas dengan klien saat dibutuhkan 
Intervensi :
Mandiri
Identifikasi faktor individu yang dapat berperan serta dalam kesulitan keluarga menyediakan bimbingan yang dibutuhkan oleh klien
R/ setiap anggota dari sebuah sistem keluarga memberi dampak atas anggota lain, dan anggota keluarga ini mungkin saling berkonflik secara konstan
Tentukan informasi yang tersedia untuk dan dipahami oleh keluarga/ orang terdekat
R/ kurangnya pemahaman tentang penyakit dapat menimbulkan respons marah pada anggota keluarga, yang mengakibatkan konflik berkelanjutan
Diskusikan alasan yang mendasari perilaku klien (mis. Takut kehilangan kendali, sensitifitas yang ekstrim, penggunaan proyeksi da menyalahkan untuk menghindari melihat tanggungjawab sendiri)
R/ meningkatkan pemahaman klien dan memberi kesempatan untuk mengubah respons yang tidak efektif menjadi positif dan perilaku peningkatan pertumbuhan
Anjurkan dan bimbing klien/ keluarga untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
R/ perilaku klien menciptakan konflik diantara anggota keluarga, dan belajar untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang terbuka dan tidak menghakimi akan mengurangi respons marah dan memungkinkan jalan keluar dari konflik
Bantu individu untuk melihat perilakunya sendiri dalam hubungan terhadap individu
R/ interaksi diantara anggota keluarga sering memampukan klien untuk mempertahankan kecurigaan dan ide paranoid, dan ketika perilaku ini diakui dan dihadapi, perilaku mungkin mulai berubah

Kolaborasi

Rujuk ke sumber yang tepat seperti terapi keluarga/ perkawinan, psikoterapi, kelompok pendukung
R/ ketika konflik muncul dalam keluarga ini, dan perceraian biasanya terjadi, bimbingan jangka panjang mungkin diperlukan untuk mempertahankan hubungan atau mencapai kerukunan.
C.    PERENCANAAN
1.      Meningkatkan lingkungan yang aman, keamanan klien/ orang lain
2.      Meningkatkan lingkungan yang terbuka dan jujur sehingga klien dapat mulai mempercayai diri sendiri atau orang lain
3.      Mendorong klien atau keluarga berfokous pada metode yang ditetapkan untuk koping terhadap ansietas dan takanan kehidupan
4.      Meningkatkan rasa harga diri dan percaya diri
D.    IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi
E.     EVALUASI
1.      Klien akan mengungkapkan kesadaran terhadap system delusi
    Klien akan menyelesaikan konflik, koping terhadapa ansietas tanpa   penggunaan perilaku mengancam atau menyerang.
2.       Klien akan mengakui delusi dan mengatasinya secara tepat, mendefinisikan metode untuk menurunkan kadar ansietasnya sendiri.
3.      Klien akan menyatakan keyakinan bahwa hasil dari situasi yang menyebabkan kekhawatiran dapat secara bermakna dipengaruhi oleh tindakan sendiri, mengidentifikasi tindakan indifidu untuk memperngaruhi pengendalian, menunjukkan perubahan gaya hidup/perilaku yang penting untuk mempertahankan pengendalian tanpa menggunakan  penyerangan.
4.      Klien akan mengenali perubahan dalam berpikir atau berperilaku, dan hubungan ide paranoid terhadap situasi yang muncul. Mengidentifikasi makna delusi. Mengahdapi ansietas/ ketakutan yang dibuktikan dengan berpikir berdasarkan kenyataan/ lebih logis. 
5.      Klien akan mengungkapkan perasaan peningkatan harga diri / layak diri, mengidentifikasi diri sebagai seseorang yang mampu memecahkan masalah dan berguna di masyarakat dengan cara yang dapat diterima oleh diri sendiri dan orang lain, menunjukan penyesuaian terhadap pengubahan oleh partisipasi aktif dalam program penatalaksanaan. 
6.      Klien akan mengungkapkan kemauan untuk terlibat dengan orang lain, berpartisipasi dalam aktivitas/ program bersama orang lain dengan hanya sedikit ketidaknyamanan
7.      Klien  akan mengidentifikasi/ mengungkapkan sumber dalam diri untuk mengatasi situasi. Berinteraksi secara tepat dengan klien. Memberi kesempatan untuk klien dalam mengatasi situasi dengan caranya sendiri. Mengidentifikasi perlunya dukungan dari luar dan menggunakannya dengan tepats




DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3. EGC : Jakarta

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. EGC : Jakarta

Stuart. W. Gail, dkk. 1998. Buku Saku Keperawatn Jiwa, edisi 3. EGC : Jakarta

Townsend. C. Mary. 1998. Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, edisi 3. EGC: Jakarta