BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Delusi atau waham merupakan kelainan jiwa yang ditunjukkan dengan adanya
ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang salah. ( Mary C. Tonsen,149)
Delusi atau waham adalah keyakinan yang salah, yang secara kokoh
diperthankan walaupun tidak diyakini oleh orang dan bertentangan dengan
realitas social. ( Gail Stuart,98)
Delusi adalah keyakinan seseorang yang salah berdasarkan kesimpulan yang
keliru tentang kenyataan luar dan dengan kokoh dipertahankan daripada
mempertengkarkan secara bukti atau kenyataan yang nyata terhadap kebalikannya.
( Kamus Dorland, 296)
Jadi, delusi atau waham adalah suatu kelainan jiwa dimana adanya ide-ide
yang salah dan secara kokoh dipertahankan daripada mempertengkarkan secra bukti
walaupun bertentangan denga realita social.
2.2 Teori Etiologis ( Doenges, 289 & Townsend,146)
ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab dari delusi atau
waham, yaitu :
a
Biologis
Pola keterlibatan keluarga
relatif kuat yang muncul dikaitkan dengan delusi tau waham. Diman individu dari
anggota keluarga yang dimanifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko
lebih tinggi untuk mengalaminya dibandingkan dengan populasi umum. Studi pada
manusia kembar juga mnunjukkan bahwa ada keterlibatan faktor genetik.
b
Teori
Psikososial
·
System
Keluarga
Dikemukakan oleh Bowen (1978) dimana perkembangan
skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara
suami istri mempengaruhi anak. Banyaknya masalah dalam keluarga akan
memperngaruhi perkembangan anak dimana anak tidak akan mempu memenuhi tugas
perkembangandimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa
individu paranoid memiliki orng tua yang dingin, perfeksionis, sering
menimbulkan kemarahan, perasaan mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan
tidak percaya pad individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena
pengalaman awal ini.
·
Teori
Interpersonal
Dikemukakan oleh Sullivan (1953)
dimana orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang
tua-anak yang penuh dengan ansietas tinggi. Hal ini jika dipertahankan maka
konsep diri anak akan mengalami ambivalen.
·
Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena
kurangnya rangsangan atau perhatian ibu, dengan ini seorang bayi mengalami
penyimpangan rasa aman dan gagal untuk membangun rasa percayanya.
Sehingga menyebabkan munculnya ego
yang rapuh karena kerusakan harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali,
takut dan ansietas berat. Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan
dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping
paling umum yang digunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.
2.3 Tipe-tipe Delusi atau Waham
( Marylin. E Doengos, dkk,289 &
Townsend, 145)
Tipe-tipe gengguen ini terdiri dari :
1) Tipe Aniaya
Merupakan waham atau delusi yang
meyakini bahwa seseorang atau orang terdekat diperlakukan secara dengki dengan
cara tertentu.
2) Tipe Cemburu
Merupakan suatu keyakinan dimana
pasangan seksual seseorang tidak dapat dipercaya atau tidak setia atau berbuat
serong.
3) Tipe Eromatik
Merupakan sutu keyakinan bahwa orng
lain berstatus lebih tinggi sedang jatuh cinta dengan dirinya.
4) Tipe Somatik
Merupakan suatu keyakinan bahwa
seseorang mempunyai beberapa defek fisik atau kondisi medis umum seperti
memiliki beberapa kecacatan, kelainan atau penyakit lainnya.
5) Tipe Kebesaran
Merupakan suatu keyakinan dimana dirinya
mempunyai harga diri yang melambung, berkuasa, berpengetahuan tinggi,
beridentitas khusus atau memiliki hubungan khusus dengan seseorang bersifat
keTuhanan atau yang terkenal.
6) Tipe Campuran
Merupakan karakteristik yang lebih
dari satu yang diatas, tetapi tidak ada yang menonjol.
2.4 ASKEP PADA PASIEN DENGAN WAHAM ATAU DELUSI.
( Doenges, dkk)
A. PENGKAJIAN
Dasar pengkajian klien yaitu :
a. Aktivitas atau istirahat
Gangguan tidur karena halusinasi atau
delusi, bengun lebih awal, insomnia dan hiperaktivitas ( mis : berjalan terus)
b. Higyne
Akan ditemukan personal higyne yang
kurang, nampak kusut & tidak terpelihara.
c. Neurosensori
Riwayat perubahan fungsi neurosensori
selama paling kurang 6 bulan, termasuk fase aktif dari gejla psikotik paling
kurang selama 2 minggu. Laporan keluarga tentang gejala psikologis ( terutama
pada pikiran & persepsi) dan semakin buruk dari gejala fungsi sebelumnya.
Yang perlu dikaji pada status
neurosensori yaitu :
v Status mental
Pikiran :
hilangnya kemapuan untuk menghubungkan sesuatu
Persepsi :
halusinasi, ilusi
Afek : tumpul,
datar, tidak sesuai, tidak tepat
Kemauan : tidak
dapat memulai sesuatu sendiri atau berpartisipasi dalam kegiatan yang
berorientasi tujuan
Kapasitas untuk
berhubungan dengan lingkungan : kemunduran mental atau emosi dan isolasi (
autisme) dan atau aktivitas psikomotor dengan rentan perbedaan yang khas sampai
aktivitas tidak bertujuan, stereotype
Wicara :
.seringkali inkoheren, ekolalia mungkin dapat terlihat bahkan alogia ( tidak
mapu untuk berbicara)
Perilaku : wajah
meringis, terlalu sopan, mengeluhkan kesehatannya, menarik diri secara drastic
dan perilaku aneh.
Negatifisme :
menolak semua petunjuk atau usaha untuk melakukan sesuatu tanpa motif yang
jelas.
Rigiditas : postur
tubuh dipertahankan kaku meskipun dilakukan usaha untuk menggerakkan klien
Sikap tubuh :
sikap tubuh yang ganjil atau tidak pada tempatnya
Kegembiraan :
aktivitas motorik tanpa tujuan yang tidak disebabkan oleh stimulus eksternal
Emosi : cemas,
marah, argumentatif, kekerasan yang tidak berfokus.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Biasanya dilakukan untuk penyakit
fisik, dapat menyebabkan gejal reversible seperti pada kondisi defisiensi atau
toksik, penyakit neurologis, gangguan metabolik atau endokrin.
1. CT- Scan
Menunjukkan stuktur abnormalitas otak
( misalnya : atrrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio
ventrikrl otak meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang
dapat dilihat)
2. Pemindai PET ( Positron Emission Tomografi)
Mengukur aktivitas metabolic dari area
spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas metabolic yang rendah dari lobus
frontal terutama pada area prefrontal dari korteks serebral.
3. MRI
Memberikan gambaran otak 3 dimensi,
dapat memperlihatkan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal, atrofi lobus
temporal.
4. RCBF ( Regional Cerebral Blood Flow)
Memetakan aliran darah dan menyatakan
intensitas aktivitas pada daerah otak yang bervariasi.
5. BEAM ( Brain Electrical Aktivity Mapping)
Menunjukkan respon gelombang otak
terhadap rangsangan yang bervariasi disertai dengan adanya respon yang
terhambat dan menurun kadang-kadang di lobus temporal dan system limbik
6. ASI ( Addiction Severity Index )
Menetukan masalah-masalah
ketergantungan ( ketergnatungan zat) yang mungkin dikaitkan dengan penyakit
mental dan mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan.
7. Uji Psikologi ( misalnya : MMPI)
Menyertakan kerusakan pada suatu area
atau lebih
B. DIAGNOSA
Diagnosa 1 : Resiko membahayakan diri/ orang lain b.d
ancaman bahaya yang dirasakan, penigkatan perasaan ansietas.
Yang ditandai dengan : berperilaku dengan cara yang tidak rasional,
menjadi terancam atau diserang dalam menghadapi anacaman yang dirasakan.
Intervensi :
Mandiri
Perhatikan riwayat perilaku yang
berbahaya sebelumnyabila dalam keadaan stress
R/ indikator
peningkatan resiko kambuhnya perilaku berbahaya atau menyerang.
Bimbing klien
untuk mengidentifikasi situasi yang memicu ansietas berat dan perilaku agresif
R/ memahami
hubungan antara ansietas berat dan perasaan agresif dapat membantu klien
mengidentifikasi pilihan untuk menghindari perilaku kekerasan.
Gali implikasi dan
konsekuensi penanganan situasi agresif
R/ menekanakan
penetingnya berpikir berdasarkan situasi yang ada sebelum bertindak.
Dorong terlibat
dalam aktivitas sendiri bukan aktivitas kelompok
R/ ansietas,
ketakutan, dan kecurigaan dapat meningkat bila klien terlibat dalam aktivitas
kelompok/kompetisi
Bersikap hati-hati
dalam memberikan tempat bersandar atau memberikan pelukan, dll
R/ sikap tubuh
yang melibjatkan sentuhan dapat disalahartikan sebagai penyerangan daari orang
yang dicurigai.
Bimbing klien
mendefinisi alternatif perilaku agresif. T6erlibat dalam aktivitas fisik,
misalnya bola pim-pong, bola kaki. ( pantau aktivitas kompetitif; gunakan
dengan kewaspadaan).
R/ memampukan
klien untuk belajar mengahadapi situasi dengancara yang dapat diterima secara
sosial. Jalan keluar yang tepat dapat memungkinkan pelepasan rasa bermusuhan. Catatan
: kompetisi dapat memicu perilaku kekerasan.
Anjurkan
pengungkapan perasaan dan cara mengekspresikannya.
R/ ventilasi
perasaan dapat mengurangi perlunya tindakan fisik.
Pantau tingkat
kemarahan ( mis. Bertanya, menolak, pelepasan secara verbal, intimidasi,
melebih-lebihkan)
R/ membantu
menentukan keseriusan kebutuhan terapeutik dan mempengaruhi pilihan intervensi
Wasapadai tanda
penundaan perilaku berbahaya ( mis. Peningkatan aktivitas psikomotor,
antensitas afek, pengungkapan pikiran delusi, terutama ekspresi mengancam)
R/ intervensi
terapeutik lebih efaktif sebelum perilaku berubah menjadi kekerasan
Terima sikap
bermusuhan secara verbal tanpa perlawanan atau pertahanan. Perawat ( pemberi
perawatan) perlu menyadari resaponsnya
sendiri terhadap perilaku klien ( mis. Marah/takut)
R/ perilaku tidak
delalu diarahkan pada perawat secara individu, dan berespons secara defensif
dapat memperburuk situasi. Konsentrasi pada maksud dibelakang kata-kata akan
lebih produktif. Kesadaran tentang responsnyasendiri memungkinkan perawat untuk
melawan/menghadapi perasaan tersebut.
Lakukan tindakan de-escalation
sesuai petunjuk mis :
Ambil jarak antara diri perawat dan klien, sedikitnya 4 kali
panjang lengan, posisikan perawat pada satu sisi; tetap tenang, berdiri atau
tetap duduk, ambil posisi postur “terbuka” dengan kedua tangan dapat terlihat;
Bicara dengan
lembut, panggil klien dengan namanya, gali perasaan klien, ekspresikan
penyesalan terhadap situasi, menunjukan empati ;
R/ dapat mencegah
peningkatan perilaku berbahaya dan potensi luka pada klien/ pemberi perawatan
atau orang yang berdiri didekat klien. Menurunkan kemungkinan bahwa klien akan
merasa dilawan atau dihambat.
Mengkomunikasikan
perasaan hormat, keyakinan bahwa individu dapat dipercayai untuk mengendalikan
diri, dan bahwa pemberi perawatan ada untuk membantu klien keluar dari situasi.
Catatan : walauppun anda memproyeksikan tindakan kepercayaan, penting
untuk memperkirakan hal yang tidak diinginkan dan diharapkan.
Hindari menunjuk,
menyentuh, memerintah, memaki, menantang, mengganggu, berargumen, menganggap
sepele, atau mengintimidasi klien;
Minta izin utnuk
mengajukan pertanyaan; coba untuk melihat jelas kejadian yang memicu dan setiap
emosi yanag mendasari, seperti takut, ansietas, atau malu; beri jalan keluar/
alternatif lain.
R/ tindakan ini
dapat dianggap mengancam dan dapat memicu klien untuk melakukan kekerasan
Melibatkan klien
dalam pemecahan masalah dan memberikan klien beberapa pengendalian atas situasi
Berikan lingkungan
yang aman dan tenang; beritahu klien bahwa ia “aman”
R/ mempertahankan
rangsangan lingkungan pada tingkat minimum akan membantu menenangkan klien dan
membantu pencegahan agitasi
Isolasi segera
dengan cara yang tidak terlihat menghukum, dengan menggunakan bantuan yang
adekuat jika terjadi perilaku kekerasan. Pegang klien bila perlu. Beri tahu
klien untuk MENGHENTIKAN perilaku,
R/ pemindahan
klien ke lingkungan yang tenang dapat membantu menenangkan klien. Bantuan yang cukup akan mencegah melukai
klien/ petugas. Biasanya individu menjadi kritis diri dan takut terhadap
permusuhan serta tidak membutuhkan kritik eksternal. Perkataan “BERHENTI”
kemungkinan cukup untuk memungkinkan klien mendapatkan kembali
pengendalian diri.
Kolaborasi
Beri pengobatan
sesuai indikasi ( rujuk ke DK : ansietas, berat)
R/ obat
antipsikotik/antiansietas dapat menurunkan ansietas dan pikiran delusi,
menurunkan pikiran curiga/ perilaku agresif, dan menuntun klien dalam mempertahankan pengendalian.
Diagnosa 2 : Ansietas ( berat) b.d ketidakmapuan untuk
percaya ( belum menguasai tugas percaya vs tidak percaya)
Yang ditandai dengan : system delusi yang kaku ( menunjukan bebas dari
stress yang mebenarkan adanya delusi), merasa takut terhadap orang lain dan
permusuhannya sendiri
Intervensi :
Mandiri
Kembangkan
hubungan perawat/ klien utama
R/ kontinuitas
hubungan perawatan utama memberi waktu yang diperlukan untuk membentuk
pertahanan dengan orang yang dicurigai.
Bimbing klien
untuk mengidentifikasi sumber ansietas dan kekhawatiran
R/ meningkatkan
kewaspadaan masalah/ factor yang memperberat. Klien perlu lebih waspada
bagaimana perilaku mempengaaruhi orang lain dan mengambil tanggung jawab untuk
hal tersebut
Gali pola koping
yang timbul terhadap ansietas dan seberapa efektif koping tersebut ( mis.
Mengancam melukai dan/atau berteriak kepada orang lain, meyakini bahwa
orang-orang di luar sana akan melukai saya/ keluarga saya)
R/ meningkatkan
kewaspadaan bahwa tindakan agresif dapat diungkapkan secara destruktif
Diskusikan
alternatif perilaku tidak efektif yang terbaru
R/ klien
menggunakan koping yang tidak sesuai; dengan mengidentifikasi strategi yang
konstruktif dan efektif untuk mengatasi situasi yang menakutkna dapat
merangsang perubahan.
Anjurkan
implementasi strategi yang baru, beri umpan balik terhadap keefektian
R/ menguatkan
perilaku yang dapat diterima
Hindari
konfrontasi delusi
R/ logika tidak
berfungsi, dan dengan memaksa klien menghilangkan delusi akan meningkatkan
ansietas.
Observasi efek
samping pengobatan; catat perubahan pada perilaku/ respons terhadap lingkungan,
tingkat kesadaran, pengendalian pikiran/ respons intelektual; keluhan mulut
kering, pandangan kabur. Pantau tanda vital, asupan/haluaran, berat badan.
R/ reaksi yang
merugikan dapat tejadi seperti gejala ekstrapiramidal, dikenisia tardif,
hipotensi ortostatik, penurunan sensai haus, konstipasi, retensi urine,
penambahan berat badan; eksaserbasi paradoksikal gejala psikotik dapat tejadi
dan sedikitnya meningkatkan ansietas dan kecurigaan.
Kolaborasi
Kembangkan program
terapi perilaku dengan masukkan dan
persetujuan klien, keluarga/orang terdekat, dan tim terapeutik
R/
hipersensitivitas terhadap tindakan orang lain telah dipelajari dan tidak dapat
dipelajari. Dengan memutuskan siklus ini membantu mengurangi sensivitas
terhadap kritik dan memperbaiki keterampilan sosial klien.
Beri pengobatan
sesuai indikasi, mis. Flufenazin ( prolixin), haloperidol ( haldol)
R/ menurunkan ansietas
dan pikiran delusi yang dapat meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah. Catatan
: menurunkan sensasi haus dan sensivitas terhadap matahari/ fotofobia
adalah efek samping dari obat antipsikotik yang membutuhkan peningkatan asupan
cairan dan pencegahan pajanan matahari yang lama.
Diagnosa 3 : ketidakberdayaan b. d gaya hidup tidak berdaya :
perasaan tidak adekuat, gengguan harga diri yang parah, interaksi
interpersonal.
Yang ditandai dengan : ekspresi verbal tentang tidak mempunyai
pengendalian/ pengaruh terhadap situasi, penggunaan delusi paranoid, perilaku
agresif untuk mengompensasi kurangnya pengendalian, ekspresi pengenalan
kerusakan paranola dapat disebabkan diri sendiri dan orang lain.
Intervensi :
Mandiri
Anjurkan klien
untuk melakukan apa saj yanag bias dilakukan bagi dirinya, beri pilihan jika
mungkin.
R/ memungkinkan/
memampukan pengendalian situasi sehingga kecurigaan dapat dikurangi
Bimbing klien
untuk mengidentifikasi munculnya perasaan kehilangan kendali dan kejadian/
situasi yang mengarah pada perasaan tidak berdaya dan tindakan agresif
R/ menigkatkan
pemahaman tentang sumber kejadian yang menyebabkan stres dan agresi tersebut
adalah usaha mengompensasi perasaan tidak berdaya
Tinjau ulang
kontak social/ hubungan terdahulu. Jika klien tidak lagi terlibat dalam
hubungan ini, biarkan klien menggambarkan apa yan terjadi.
R/ pengetahuan
dapat dicapai dari bagaimana klien membangun hubungan dan mengapa hubungan ini
memburuk atau tetap utuh, yang memberi kesadaran untuk mengubah perilaku diri
dan meningkatkan hubungan yang akan datang.
Diskusikan periode
predelusi dan bagaimana kejadian tersebut dapat mengawali keadaan panik
R/ membantu klien melihat dengan jelas seberapa
banyak delusi yang nyata dan seberapa besar hubungan dengan ansietas
Gali cara untuk
mencapai pengendalian tanpa mengganggu penyerangan.
( rujuk ke DK: membahayakan, resiko)
R/ memberi
pengetahuan tentang mekanisme koping konstruktif.
Beri umpan balik
positif bila klien mendemonstrasikan penggunaan alternati yang konstruktif
R/ meningkatkan harga diri dan menguatkan
perilaku yang dapat diterima,
Diagnosa 4 : gangguan proses pikir b.d konflik psikologis,
peningkatan ansietas dan ketakuatan ( karakteristik orang yang dicurigai)
Yang ditandai dengan : gangguan kemampuan untuk berpikir secara jelas
dan logis, kesulitan dalam proses dan karakter pikiran, fragmentasi dan
pemikiran autistik, delusi. Keyakianan dan perilaku curiga atau berbahaya.
Intervensi :
Mandiri
Menyatakan realita
masalah. Berkomunikasi secara jelas, tekankan peraturan secara jelas tentang
apa yang dapat atau tidak dapat klien lakukan.
R/ klien yang
mengalami kecurigaan berat atau delusi perlu mendapatka informasi langsung yang
membedakan dari lingkungan yang tampak berbahaya. Pengetahuan tentang aturan
yang dapat memberi individu ini perasaan pengendalian diri
Beri cara
mengekspresikan pikiran dalam lingkungan 1 : 1 atau dalam kelompok.
R/ pada hubungan
yang dapat dipercaya, perasaan dapat secara bebas diekspresikan tanpa takut
dihakimi.
Biarkan klien
menyimpan catatan tentang perasaan ansietas dan pikiran yang menyertai. Tinjau
kembali catatan ini bersama klien
R/ latihan menulis
dengan tuntunan dapat digunakan, dengan hati-hati untuk membantu klien
mengidentifikasi kejadian yang mencetuskan dan memberi kesempatan untuk
mengidentifikasi kenyataan dan pengubahan perilaku. Catatan : menulis naratif tidak dianjurkan karena
dapat menguatkan sistem delusi.
Bantu klien
mengidentifikasi/ mendiskusikan perasaan, persepsi, dan kesimpulan pribadi
tentang kenyataan
R/ meningkatkan
pemahaman tentang apa yang klien lihat sebagai masalah dan memeberi pemahaman
tentang bagaimana informasi diproses
Perhatikan
perilaku impulsif dan minta klien untuk menghentikannya. Apabila klien tidak
mau berhenti, evaluasi perilaku dasarnya dan apakah perilaku tersebut
berpotensi melukai. ( rujuk ke DK : resiko membahayakan)
R/ perilaku ini
sering akibat dari pikiran psikotik gangguan persepsi dan bukan tindakan yang
diharapkan.
Anjurkan klien
untuk mengidentifikasi apakah ketakutan atau kecurigaan muncul dan kejadian
yang mengarah pada perasaan ini.
R/ dengan
mengetahui stresor yang mencetuskan kemunduran dalam kemampuan koping membantu
menghindari kekambuhan perilaku ini.
Gali bagaimana
persepsi tervalidasi sebelum menggambarkan kesimpulan. Diskusikan keberhasilan
dan kegagalan upaya ini
R/ validasi
persepsi dapat mencegah penggambaran kesimpulan yang salah dan perilaku
berpura-pura
Bimbing klien
dalam mengidentifikasikan metode untuk menangani kesalahpahaman tanpa distorsi
realitas atau menggunakan sistem delusi
R/ menurunkan
ketakutan atau ansietas dan sandiwara klien tentang koping dapat mencegah
dekompensasi. ( rujuk ke DK : ansietas [
berat ])
Anjurkan
mengembangkan program latihan fisik. Instruksikan penggunaan teknik relaksasi
yang tepat ( mis. Latihan pernapasan, aktivitas relaksasi progresif)
R/ dapat
menghilangkan ketegangan, yang menigkatkan rasa sejahtera. Catatan : penggunaan
imajinasi terbimbing dapat memperburuk pikiran delusi
Secara bertahap
libatkan klien dalam mempelajari aktivitas, terapi okupasi/ rekreasi/
aktivitas. ( rujuk ke DK : gengguan harga diri)
R/ karena proses
pikir mengalami perbaikan, kesempatan penguasaan tugas dapat meningkatkan harga
diri dan memungkinkan klien merasa lebih baik karena pencapaian tersebut.
Diagnosa 5 : gangguan harga diri b.d ego kurang berkembang,
fiksasi pada tahap awal perkembangan, ketidakmampuan untuk percaya, kurangnya
umpan balik positif.
Yang ditandai dengan : sistim delusi (usaha untuk melukai atau
menyerang orang lain untuk melindungi diri sendiri) perilaku merusak diri,
ktidakmampuan untuk menerima penguatan positif, tidak bertanggung jawab atas
perawatan diri ; tidak berpartisipasi dalam terapi.
Intervensi :
Mandiri
Beri komunikasi
secara verbal/ nonverbal yang jelas dan konsisten. Bicara jujur ; lakukan
sesuai komitmen
R/ membantu
membangun rasa percaya dan memastikan bahwa individu bermakna dan berharga
Anjurkan klien
untuk mengungkapkan perasaan tidak adekuat, tidak berharga, takut ditolak/
butuh diterima oleh orang lain
R/ harus mempunyai
kesadaran terhadap perasaan pribadi untuk memperbaiki harga diri
Gali bagaimana
perasaan negatif ini dapat menimbulkan ansietas berat dan kecurigaan
R/ meningkatkan
kewaspadaan terhadap faktor – faktor internal yang dapat menyebabkan perasaan
tidak adekuat dan bagaimana perasaan ini menimbulkan dekompensasi
Anjurkan klien
untuk mengidentifikasi aspek positif dirinya yang berkaitan dengan ketrampilan
sosial, kemampuan bekerja, pendidikan, bakat, dan penampilan
R/ menguatkan
perasaannya sendiri sebagai seorang individu berharga yang mampu menyesuaikan
diri secara adaptif
Beri balik positif
dan bagaimana umpan balik tersebut dapat digunakan untuk menyesuaikan diri
R/ memberi
semangat dan meningkatkan perasaan mengarah diri
Libatkan dalam
aktifitas, yang meningkatkan sosialisasi dan interaksi dengan orang lain sesuai
toleransi
R/ kesempatan
untuk berinteraksi dengan orang lain dapat mengurangi isolasi, meningkatkan
perasaan harga diri, dan meningkatkan keterampilan sosial
Diagnosa 6 : hambatan interaksi sosial b.d gangguan proses
pikir, perasaan tidak percaya terhadap orang lain/ pikiran delusi. Defisit
pengetahuan/ keterampilan tentang cara meningkatkan mutualitas
Yang ditandai dengan : ketidaknyamanan dalam situasi sosial, kesulitan
dalam membangun hubungan dengan orang lain. Ekspresi perasaan ditolak, tidak
ada perasaan memiliki ; isolasi diri/ menarik diri. Mengahadapi masalah
dengan kemarahan/ permusuhan dan
perilaku kekerasan
Intervensi :
Mandiri
Bangun hubungan 1
: 1,gunakan teknik mendengar aktif, dan beri lingkungan yang aman untuk
keterbukaan diri
R/ kontak yang
jujur, jelas, konsisten dapat membantu klien memulai dan menguasai tugas yang
berhubungan dengan belajar mempercayai orang lain
Tentukan derajat
hambatan, dengarkan pendapat klien tentang kesendirian. Perhatikan adanya
perasaan diri berharga. (rujuk ke DK : gangguan harga diri)
R/ perasaan tidak
percaya dapat menimbulkan kesulitan dalam membangun hubungan, dan klien dapat
meanarik diri dari kontak tertutup dengan orang lain
Anjurkan klien
mengungkapkan perasaan tidak nyaman terhadap situasi sosial dan persepsi
tentang alasan permasalahan
R/ pengakuan
membantu klien menyadari perasaan dan mulai mengatasinya
Observasi dan
gambarkan perilaku sosial/ interpersonal dalam kondisi yang objektif
R/ memberi
pemahaman bagaimana orang lain melihat mereka dan dapat dianggap sebagai awal
untuk berubah
Identifikasi
sistem pendukung yang ada bagi klien : keluarga, teman, teman sejawat, dll
R/ dapat sebagai
bagian penting dalam rehabilitasi klien dengan memperbaiki sosialisasi dan
mengurangi perasaan terisolasi
Kaji hubungan
keluarga, pola komunikasi, pengetahuan tentang kondisi klien
R/ masalah dalam
keluarga dapat membuat anggota keluarga memberi dukungan yang adekuat/ hubungan
yang berkelanjutan dan dapat mengganggu kemajuan klien ( rujuk ke DK : koping
keluarga, ketidakefektifan : penurunan / proses keluarga, perubahan )
Gali dan contohkan
cara mengubah interaksi/ perilaku sosial. Beri umpan balik terhadap usaha klien
R/ memberi
lingkungan yang aman untuk mencoba perilaku baru. Pemberian dorongan dapat
meningkatkan pengulangan perilaku tersebut dan pengambilan resiko
Diagnosa 7 : ketidakefektifan koping keluarga : gangguan
proses keluarga b.d disorganisasi keluarga sementara/ perubahan peran. Informasi
yang tidak adekuat atau tidak benar, atau dipahami hanya oleh individu utama.
Kemajuan kondisi yang lama, melelahkan kapasitas dukungan orang terdekat
Yang ditandai dengan : sistem keluarga tidak memenuhi kebutuhan
spiritual/ emosi/ fisik anggotanya. Ketidakmampuan mengekspresikan/ menrima
rentang luas perasaan dalam diri dan anggota keluarga lain. Kegagalan atau
ketidaktepatan mengkomunikasikan peraturan, ritual, simbol keluarga.
Ketidaktepan memelihara batasan. Individu terdekat menjelaskan preokupasi
dengan reaksi pribadi, menarik diri atau masuk ke komunikasi pribadi sementara
atau terbatas dengan klien saat dibutuhkan
Intervensi :
Mandiri
Identifikasi
faktor individu yang dapat berperan serta dalam kesulitan keluarga menyediakan
bimbingan yang dibutuhkan oleh klien
R/ setiap anggota
dari sebuah sistem keluarga memberi dampak atas anggota lain, dan anggota
keluarga ini mungkin saling berkonflik secara konstan
Tentukan informasi
yang tersedia untuk dan dipahami oleh keluarga/ orang terdekat
R/ kurangnya
pemahaman tentang penyakit dapat menimbulkan respons marah pada anggota
keluarga, yang mengakibatkan konflik berkelanjutan
Diskusikan alasan
yang mendasari perilaku klien (mis. Takut kehilangan kendali, sensitifitas yang
ekstrim, penggunaan proyeksi da menyalahkan untuk menghindari melihat
tanggungjawab sendiri)
R/ meningkatkan
pemahaman klien dan memberi kesempatan untuk mengubah respons yang tidak
efektif menjadi positif dan perilaku peningkatan pertumbuhan
Anjurkan dan
bimbing klien/ keluarga untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
R/ perilaku klien
menciptakan konflik diantara anggota keluarga, dan belajar untuk menyelesaikan
masalah dengan cara yang terbuka dan tidak menghakimi akan mengurangi respons
marah dan memungkinkan jalan keluar dari konflik
Bantu individu
untuk melihat perilakunya sendiri dalam hubungan terhadap individu
R/ interaksi
diantara anggota keluarga sering memampukan klien untuk mempertahankan
kecurigaan dan ide paranoid, dan ketika perilaku ini diakui dan dihadapi, perilaku
mungkin mulai berubah
Kolaborasi
Rujuk ke sumber
yang tepat seperti terapi keluarga/ perkawinan, psikoterapi, kelompok pendukung
R/ ketika konflik
muncul dalam keluarga ini, dan perceraian biasanya terjadi, bimbingan jangka
panjang mungkin diperlukan untuk mempertahankan hubungan atau mencapai
kerukunan.
C. PERENCANAAN
1. Meningkatkan lingkungan yang aman, keamanan klien/
orang lain
2. Meningkatkan lingkungan yang terbuka dan jujur
sehingga klien dapat mulai mempercayai diri sendiri atau orang lain
3. Mendorong klien atau keluarga berfokous pada
metode yang ditetapkan untuk koping terhadap ansietas dan takanan kehidupan
4. Meningkatkan rasa harga diri dan percaya diri
D. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi
E. EVALUASI
1. Klien akan mengungkapkan kesadaran terhadap system
delusi
Klien akan menyelesaikan konflik, koping
terhadapa ansietas tanpa penggunaan
perilaku mengancam atau menyerang.
2. Klien akan
mengakui delusi dan mengatasinya secara tepat, mendefinisikan metode untuk
menurunkan kadar ansietasnya sendiri.
3. Klien akan menyatakan keyakinan bahwa hasil dari
situasi yang menyebabkan kekhawatiran dapat secara bermakna dipengaruhi oleh
tindakan sendiri, mengidentifikasi tindakan indifidu untuk memperngaruhi
pengendalian, menunjukkan perubahan gaya hidup/perilaku yang penting untuk
mempertahankan pengendalian tanpa menggunakan
penyerangan.
4. Klien akan mengenali perubahan dalam berpikir atau
berperilaku, dan hubungan ide paranoid terhadap situasi yang muncul.
Mengidentifikasi makna delusi. Mengahdapi ansietas/ ketakutan yang dibuktikan
dengan berpikir berdasarkan kenyataan/ lebih logis.
5. Klien akan mengungkapkan perasaan peningkatan
harga diri / layak diri, mengidentifikasi diri sebagai seseorang yang mampu
memecahkan masalah dan berguna di masyarakat dengan cara yang dapat diterima
oleh diri sendiri dan orang lain, menunjukan penyesuaian terhadap pengubahan
oleh partisipasi aktif dalam program penatalaksanaan.
6. Klien akan mengungkapkan kemauan untuk terlibat
dengan orang lain, berpartisipasi dalam aktivitas/ program bersama orang lain
dengan hanya sedikit ketidaknyamanan
7. Klien akan
mengidentifikasi/ mengungkapkan sumber dalam diri untuk mengatasi situasi.
Berinteraksi secara tepat dengan klien. Memberi kesempatan untuk klien dalam
mengatasi situasi dengan caranya sendiri. Mengidentifikasi perlunya dukungan
dari luar dan menggunakannya dengan tepats
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha
Keperawatan Psikiatri, edisi 3. EGC : Jakarta
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. EGC :
Jakarta
Stuart. W. Gail, dkk. 1998. Buku Saku
Keperawatn Jiwa, edisi 3. EGC : Jakarta
Townsend. C. Mary. 1998. Diagnosa Keperawatan
Pada Keperawatan Psikiatri, edisi 3. EGC: Jakarta